Di sebuah desa di Jawa Timur, langkah seorang wanita muda menyusuri jalanan kampung setiap hari, penuh dengan senyum dan sapaan hangat bagi setiap orang yang ia temui. Ia adalah Ratna Indah Kurniawati, seorang perawat yang tidak sekadar bekerja menyembuhkan penyakit, tetapi juga mengobati luka batin yang teramat dalam — luka yang tertanam dalam bentuk stigma.
Bagi Ratna, merawat bukan hanya soal menyediakan perawatan medis, tetapi juga memperjuangkan martabat dan rasa percaya diri pasien kusta yang selama ini terpinggirkan oleh pandangan miring masyarakat.
Ratna tidak sekadar dikenal sebagai perawat yang gigih, tetapi sebagai peraih SATU Indonesia Awards pada tahun 2011 dari Astra, sebuah apresiasi yang menggambarkan perjuangannya dalam menghapus stigma kusta.
BACA JUGA: Jelang Pilkada Depok, Kubu Petahana Mulai Intimidasi Para Pendukung yang Beralih?
Sejak menerima penghargaan tersebut, Ratna semakin bertekad untuk membuat perubahan nyata, dengan penuh keyakinan bahwa setiap orang, terlepas dari penyakit yang mereka derita, memiliki hak untuk diperlakukan dengan hormat dan kasih sayang.
Salah satu penderita kusta bernama Amat misalnya. Seperti dikutip dari viva.co.id, Amat telah menderita penyakit tersebut sejak 1997. Ironisnya, jari Amat hanya tersisa satu. Sedangkan jari lainnya telah putus tanpa ada rasa sakit.
Amat telah mati rasa. Asa pun mulai remang ditapaki. Tanpa jari jemari, Amat hanya bisa bergantung pada orang tua atau sebagai serabutan mencari kayu bakar serta memetik sayur.
Namun, itu telah berlalu pada 20 Agustus 2011 lalu. Kini, lelaki yang berusia 53 tahun itu sudah bisa tersenyum menatap harapan yang mulai tumbuh dari perawatan Ratna.
Amat pulih dan menjadi pengusaha jangkrik. Saban bulan ia sudah bisa meraup untung dari hasil jerih payahnya. “Harga jualnya Rp 20 sampai 30 ribu per kilo,” kata Amat seperti dikutip dari viva.co.id, Ahad, 27 Oktober 2024.
Selain Amat, perjuangan Ratna telah berhasil memulihkan mental dan asa dua penderita lainnya.
Menghadapi Ketakutan dan Stigma di Tengah Masyarakat
Perjalanan Ratna sebagai perawat di bidang kusta dimulai saat ia ditugaskan di salah satu daerah di Jawa Timur, di mana angka kasus kusta masih cukup tinggi. Ia tidak hanya berurusan dengan tantangan medis, tetapi juga menghadapi tembok besar yang tak kasat mata: stigma.
Banyak orang di masyarakat setempat yang takut mendekati pasien kusta, bahkan beberapa anggota keluarga pasien sendiri merasa enggan berada dekat dengan mereka.
Dalam masyarakat, kusta sering kali dikaitkan dengan hal-hal negatif, bahkan dijadikan aib yang memalukan. Dengan penuh kesabaran, Ratna mulai mendekati pasiennya satu per satu, tidak hanya dengan memberikan pengobatan, tetapi juga dengan mendengarkan cerita mereka.
“Saya ingin mereka tahu bahwa mereka berharga, bahwa kusta bukanlah kutukan atau hukuman,” katanya.
Ratna dengan tekun menjelaskan kepada warga bahwa kusta bukan penyakit menular yang berbahaya jika diobati dengan benar, dan bahkan penyakit ini bisa disembuhkan. Ia memperkenalkan langkah-langkah pengobatan, menjelaskan gejalanya, dan yang terpenting, mematahkan mitos dan asumsi yang salah tentang penyakit ini.
Baginya, pengetahuan adalah senjata utama untuk menghapus stigma yang sudah lama membelenggu pasien kusta.
Membuka Jalan bagi Pasien untuk Kembali ke Masyarakat
Tidak hanya dari segi medis, Ratna juga mendampingi pasien kusta agar mereka bisa kembali ke masyarakat. Ratna menyadari bahwa dukungan sosial sangat penting dalam proses penyembuhan, dan ia bekerja sama dengan berbagai komunitas serta tokoh masyarakat untuk memberikan pemahaman tentang pentingnya inklusivitas.
Ia pun mengajak warga sekitar untuk menyapa dan menerima pasien kusta dengan tangan terbuka, serta memberikan kesempatan bagi mereka untuk beraktivitas sosial.
Perlahan namun pasti, pendekatan Ratna mulai menunjukkan hasil. Pasien kusta yang awalnya merasa malu bahkan takut untuk keluar rumah, mulai berani membuka diri. Ia juga memberi mereka kegiatan sederhana seperti keterampilan kerajinan atau usaha kecil, agar mereka bisa mandiri secara ekonomi.
Menerima SATU Indonesia Awards: Semangat Baru untuk Melangkah Lebih Jauh
Ketika Ratna menerima penghargaan SATU Indonesia Awards (2011), ia tidak pernah menduga bahwa pekerjaannya selama ini akan mendapatkan apresiasi sebesar itu.
Penghargaan ini menjadi pemantik semangatnya untuk semakin gencar memperjuangkan hak-hak pasien kusta.
Bagi Ratna, penghargaan ini adalah wujud nyata bahwa upayanya tidak hanya untuk pasiennya, tetapi juga untuk memberikan inspirasi bagi masyarakat luas agar mau menerima dan mendukung mereka.
SATU Indonesia Awards yang ia terima bukanlah akhir dari perjuangannya, tetapi justru menjadi awal baru. Ratna semakin berkomitmen untuk melibatkan lebih banyak masyarakat dalam menghapus stigma terhadap pasien kusta.
Ia menjalin kerjasama dengan berbagai pihak untuk membangun program-program edukasi, sehingga pemahaman tentang kusta bisa menyebar luas dan diterima oleh masyarakat.
Menyemai Harapan Baru bagi Pasien Kusta
Kini, berkat usaha dan dedikasi Ratna, banyak pasien kusta yang berhasil sembuh dan kembali ke tengah masyarakat. Mereka tidak hanya merasakan perubahan secara fisik, tetapi juga perubahan dalam cara masyarakat menerima dan menghargai mereka.
BACA JUGA: FORPAIP Dorong Kreator Depok Lewat Workshop Konten Kreatif
Ratna dengan setia mendampingi mereka dalam proses ini, memastikan bahwa setiap orang bisa merasakan arti dari kesetaraan dan kebersamaan.
Ratna Indah Kurniawati bukan sekadar seorang perawat. Ia adalah sosok inspiratif yang dengan penuh cinta menghapus duka di hati pasien-pasiennya dan membuka lembaran baru bagi mereka yang selama ini terbelenggu oleh stigma. Dari desa kecil di Jawa Timur, langkah Ratna membawa harapan dan perubahan nyata bagi banyak orang.