Di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, tersembunyi sebuah desa yang memikat dengan budaya tradisionalnya—Desa Wisata Wayang Sidowarno. Desa ini tidak hanya terkenal karena produksi wayang kulitnya, tetapi juga karena semangat kolektif yang kuat dalam melestarikan seni budaya tersebut.
Sebagai salah satu Kampung Berseri Astra (KBA), Sidowarno menjadi contoh nyata kolaborasi antara tradisi dan inovasi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui program Usaha Bersama (UB) Bima.
Local Champion KBA Sidowarno yang juga koordinator lapangan Desa Wisata Wayang Butuh, Nardi Baron Wayang menceritakan perjalanan lika-liku KBA Sidowarno hingga kini.
BACA JUGA: Menjejak Perjuangan Siti Salamah, Pembawa Mimpi Indah Para Pemulung Sampah
“Memang jatuh bangun, sudah berusaha maksimal agar UD Bima tidak bubar. baru pada Agustus 2018 Kampung Butuh resmi menjadi Kampung Berseri Astra,” kata Baron seperti dikutip siap.viva.co.id dari bisnis.espos.id, Jumat, 25 Oktober 2024.
Baron mengatakan, Sidowarno tidak hanya menjadi pusat pembuatan wayang kulit yang detail dan penuh makna, tetapi juga tempat di mana wisatawan bisa menyaksikan langsung proses pembuatan wayang dan merasakan suasana asli budaya Jawa.
Menurutnya, masyarakat desa hidup berdampingan dengan seni tradisi ini, menjadikan wayang kulit lebih dari sekadar kerajinan, melainkan sebuah identitas.
Sebagai desa wisata, Sidowarno berhasil memadukan pengembangan pariwisata dengan upaya melestarikan nilai-nilai lokal.
Melalui KBA dan UB Bima, kata Baron, Sidowarno telah berkembang menjadi desa tangguh yang mandiri, memberdayakan masyarakat melalui berbagai usaha mikro.
Salah satu usaha utama adalah pembuatan wayang, di mana setiap wayang yang dihasilkan tidak hanya bercerita tentang kisah Mahabharata dan Ramayana, tetapi juga menggambarkan semangat kuat dari para pengrajinnya.
BACA JUGA: AFC Panggil Wasit Ahmed Al Kaf Buntut Investigasi Kekalahan Indonesia, bakal Dihukum Serius?
UB Bima menjadi simbol ketangguhan Sidowarno, mengingatkan pada karakter Bima dalam wayang yang melambangkan kekuatan, keberanian, dan daya juang.
UB Bima berfungsi sebagai wadah bagi masyarakat untuk bersama-sama mengelola produksi dan pemasaran wayang kulit, memastikan bahwa warisan budaya ini dapat terus hidup dan memberikan manfaat ekonomi bagi desa.
“Di sini, ekonomi kerakyatan dan pelestarian budaya berjalan seiring, sebuah model yang semakin diperkuat oleh dukungan dari Astra,” katanya.
Perpaduan Edukasi dan Pengalaman di Desa Wisata
Desa Wisata Wayang Sidowarno menawarkan lebih dari sekadar atraksi budaya. Pengunjung dapat mengikuti pelatihan pembuatan wayang kulit, mulai dari proses mengolah kulit hingga menghasilkan wayang yang siap untuk dipentaskan.
Dalam proses ini, mereka tidak hanya belajar teknik, tetapi juga memahami filosofi di balik setiap tokoh wayang, termasuk Bima yang menjadi ikon ketangguhan desa.
Tak jarang, desa ini juga menggelar pertunjukan wayang kulit yang memukau, dengan dalang-dalang lokal yang masih setia pada seni tradisional.
Melalui pertunjukan ini, cerita klasik seperti Mahabharata dan Ramayana hidup kembali, memberikan pengalaman budaya yang mendalam bagi wisatawan lokal maupun mancanegara.
Transformasi Sidowarno melalui KBA dan UB Bima
Program KBA di Sidowarno menjadi katalisator transformasi. Dengan dukungan Astra, desa ini mendapatkan pelatihan dan pendampingan untuk mengembangkan potensi yang ada.
Melalui UB Bima, para pengrajin wayang di desa ini semakin terampil, tidak hanya dalam produksi, tetapi juga dalam memasarkan karya mereka secara lebih luas, baik di tingkat lokal maupun nasional.
BACA JUGA: Apresiasi Peran Jurnalistik, BPJS Ketenagakerjaan Gelar Lomba Tulis Total Hadiah Rp 90 Juta
Dampak dari inisiatif ini terlihat jelas dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat. Program KBA membantu desa mengembangkan berbagai usaha mikro berbasis komunitas, seperti kerajinan wayang, kuliner, hingga pariwisata berbasis budaya.
Semua ini terintegrasi dalam satu ekosistem yang saling mendukung, menciptakan siklus ekonomi yang kuat dan berkelanjutan.
Selain itu, program ini juga memberikan pendidikan bagi generasi muda Sidowarno, memastikan bahwa tradisi pembuatan wayang kulit tidak hanya menjadi warisan masa lalu, tetapi juga bagian dari masa depan desa.
Anak-anak dan remaja diajarkan keterampilan membuat wayang, memainkan wayang, dan bahkan berperan sebagai dalang, sehingga kelangsungan budaya ini tetap terjaga.
Menghidupkan Warisan, Menggerakkan Masa Depan
Desa Wisata Wayang Sidowarno adalah contoh sukses bagaimana sebuah komunitas bisa menjaga kelestarian warisan budaya sambil bergerak menuju masa depan yang lebih sejahtera.
Keberhasilan ini tidak lepas dari sinergi yang dibangun melalui program KBA dan dukungan UB Bima, yang memungkinkan masyarakat desa untuk tetap kuat dan mandiri, sekuat tokoh Bima dalam pewayangan.
Dari 10 orang tangguh UD Bima, kini KBA Sidowarno melalui desa wisatanya mampu mewadahi 47 anggota dan beberapa tim IT. Desa Wisata Wayang atau KBA Sidowarno juga meraih berbagai kejuaraan seperti Juara 4 Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) Kategori Suvenir 2023 yang diselenggarakan Kemenparekraf RI.
KBA Sidowarno, sang pelestari wayang dan desa wisata budaya, menjuarai berbagai kompetisi yang digelar Astra. Di antaranya Juara I Kompetisi KBA Superior, Juara I Kompetisi KBA Inovation, Juara I Kampungku Kebanggaanku, dan lainnya.
BACA JUGA: Lagu ‘Mantra’ Jennie Blackpink Dilarang di Stasiun TV Korea, Ada Apa?
Bagi para wisatawan yang berkunjung ke Sidowarno, pengalaman ini lebih dari sekadar liburan. Ini adalah perjalanan untuk menyaksikan ketangguhan masyarakat lokal dalam menjaga tradisi dan warisan leluhur, sambil beradaptasi dengan tuntutan zaman.
Di Sidowarno, seni wayang bukan hanya tentang estetika, tetapi juga tentang kekuatan, identitas, dan kebersamaan. Sebuah desa yang tangguh, kuat, dan inspiratif, seperti Bima dalam cerita yang abadi.