Pada awal tahun 2020, ekonomi Indonesia seketika ambruk lantaran virus Covid-19 merebak dengan cepat. Beragam sektor, seperti pariwisata hingga kesehatan seolah terseok akibat wabah pandemi tersebut.
Dampak lain yang tak kalah parah adalah sektor pendidikan. Anak-anak dari berbagai jenjang terpaksa mengikuti pelajaran dari rumah atau daring dengan menggunakan gawai. Kegiatan belajar-mengajar tak ayal lumpuh total.
Sementara itu, beberapa orang tua yang berpenghasilan rendah terbentur kendala kuota termasuk telepon genggam yang tidak dimiliki. Hal itu dilihat I Gede Andika Wira Teja tatkala pulang kampung ke Desa Pemuteran, Buleleng, Bali.
BACA JUGA: LBH Ansor Apresiasi Polisi Bandara Soetta Gagalkan Pengiriman Calon Pekerja Ilegal
Pria kelahiran 21 April 1998 itu bukan Pandawa yang memiliki beragam cakra, namun dia dikaruniai mata yang tajam dengan hati yang sensitif. Ia tahu, Pemuteran merupakan salah satu tempat yang dikenal dengan surga bawah laut.
Covid-19 membuat seolah lentera Pemuteran redup, bahkan gelap dari segala harapan. Anak-anak tidak bisa sekolah, roda wisata tak bisa bergerak.
“Usia itu adalah sesuatu yang seharusnya tidak disia-siakan. Tapi pandemi membuat anak-anak Pemuteran terancam kehilangan usia emasnya saat hak untuk sekolah terkikis. Tidak semua dari mereka bisa belajar online. Kita harus mengejar bonus demografi dan saya melakukannya lewat literasi terutama anak-anak di wilayah pinggiran dan pedalaman,” kata Dika, panggilan akrab I Gede Andika Wira Teja seperti dikutip siap.viva.co.id dari heyarai.com di Depok, 23 Oktober 2024.
Arkian, pemuda yang saat ini berusia 26 menerobos pandemi lewat gerakan Kreasi Edukasi Bahasa dan Literasi Lingkungan atau Kredibali pada Mei 2020.
Menurut Dika, akar masalah terbesar di kampung halamannya tersebut saat awal pandemi adalah anak-anak tidak bisa sekolah luring. Dilema terbesar, kata Dika, keluarga mereka ada yang kurang mampu.
“Jadi semakin kesulitan sekolah daring. Jangankan memenuhi kebutuhan belajar daring, untuk kebutuhan pokok saja orang tua mereka kesulitan karena tak punya uang buat beli kuota internet untuk belajar online. Anak-anak itu terpaksa membolos dan ikut kerja di pantai juga,” katanya.
BACA JUGA: Dipimpin Eks Wartawan, Kemenkomdigi Yakin Indeks Kebebasan Pers Jauh Lebih Baik
Dika sadar, Pemuteran bak potongan surga yang jatuh ke Bumi. Turis asing terus berdatangan. Ia pun membaca kemungkinan, memilih membuka kelas bahasa Inggris buat anak-anak Pulau Dewata di Pemuteran.
“Bahasa Inggris tak ubahnya sebuah investasi jangka panjang, sekaligus membuka peluang anak-anak Pemuteran untuk membentangkan mimpi mereka hingga ke dunia internasional,” katanya.
Tak disangka, gayung pun bersambut. Program kelas bahasa Inggris Kredibali mendapat respons luar biasa. Sebanyak 200 anak lebih ikut pendaftaran. Mereka begitu antusias, layaknya musafir yang menemukan oase di padang pasir.
Anak-anak di Pemuteran menyambut bahagia. Mereka, mungkin, seperti melihat lentera masa depan kembali menemui setitik bara.
Demi Kredibali tetap berjalan pada saat pandemi, Dika akhirnya memutuskan memilih 75 anak terlebih dahulu sebagai angkatan pertama. Kegiatan belajar tersebut, kata Dika, dibagi dalam tiga sesi.
“Anak-anak itu dipilih setelah memenuhi sejumlah syarat seperti berasal dari keluarga tidak mampu karena orang tuanya kehilangan pekerjaan di sektor wisata, keluarganya memperoleh PKH (Program Keluarga Sejahtera) dan BLT (Bantuan Langsung Tunai) dari pemerintah,” katanya.
Meski demikian, selama proses berjalan Kredibali tak melulu menggembirakan. Ada kalanya Dika mesti menyiapkan hati yang lapang saat anak-anak didiknya datang terlambat lantaran tinggal cukup jauh dari Pemuteran.
Bagi anak-anak Pulau Dewata, khususnya di daerah Pemuteran Dika bak pahlawan. Dia menerangi tempat tersebut dengan bara yang ia genggam demi menerobos dinding pandemi yang melanda.
Kelas bahasa Inggris yang dilakukan, seperti kata Dika, merupakan investasi jangka panjang mengingat destinasi wisata di Pemuteran merupakan salah satu spot terbaik di Bali.
BACA JUGA: Jerih Payah Bhrisco Jordy Membawa Asa untuk Pendidikan Anak Papua
Berkat Kredibali tersebut, I Gede Andika Wira Teja mendapatkan penghargaan SATU Indonesia Awards 2021 sebagai Pejuang Tanpa Pamrih di Masa Covid-19 dari Astra Indonesia.
Ia pun berharap, Kredibali bisa menjadi sekolah non-formal yang memfasilitasi anak-anak kurang mampu di Desa Pemuteran guna meningkatkan hardskill dan juga sofskill bagi para peserta didik.