Jumat, 1 Oktober 1965, beberapa saat menjelang subuh suara belasan truk militer memecah keheningan pagi buta jantung kota Jakarta. Pada bagian belakang truk, terdapat pasukan pengemban misi khusus bernama Pasopati.
Dalam jagad pewayangan, Pasopati dikenal sebagai senjata Arjuna. Namun, dalam aksi tersebut peran pasukan itu menjadi senjata mematikan Dewan Revolusi pimpinan Letkol Untung.
Tugas mereka tak lain menculik para jenderal TNI aktif di rumahnya masing-masing.
Pasukan Pasopati, tulis A.B Lapian dalam artikel Malam Bencana Nasional dimuat buku Malam Bencana 1965 Dalam Belitan Krisis Nasional, dipimpin Lettu Doel Arief, beranggotakan pasukan pengawal presiden Cakrabirawa dibantu Pemuda Rakyat, sayap pemuda PKI, telah dilatih di desa Lubang Buaya, Jakarta Timur.
Terdapat tujuh kelompok aksi pasukan Pasopati pada operasi penculikan itu. Masing-masing kelompok bertugas menculik para jenderal Angkatan Darat dari rumahnya, lalu dibawa ke Lubang Buaya.
Peltu Mukidjan bertugas menculik Menteri/Panglima Angkatan Darat/Kepala Staf Komando Operasi Tinggi Letjen Ahmad Yani di Jalan Latuharhary no. 6, Menteng, Jakarta Pusat.
Serma Bungkus bertugas menculik Deputi III Menteri/Panglima AD Bidang Perencanaan dan Pembinaan Mayjend Mas Tirtodarmo Harjono di Jalan Prambanan no. 18, Menteng, Jakarta Pusat.
Serma Satar bertugas menculik Asisten I Menteri/Panglima AD Bidang Intelijen Mayjend Siswondo Parman di Jalan Serang no. 32, Menteng, Jakarta Pusat.
Serda Sulaiman bertugas menculik Deputi II Menteri/Panglima AD Bidang Administrasi Mayjend R. Suprapto di Jalan Besuki no. 19, Menteng, Jakarta Pusat.
Serda Sukardjo bertugas menculik Asisten IV Menteri/Panglima AD Bidang Logistik Brigjend Donald Isaac Panjaitan di Jalan Hasanuddin no. 53, Kebayoran, Jakarta Selatan.
Serma Surono bertugas menculik Inspektur Kehakiman/Oditur Jenderal Angkatan Darat Brigjend Soetojo Siswomiharjo di Jalan Sumenep no. 17, Menteng, Jakarta Pusat.
Sedangkan Pelda Djahurub bertugas menculik Jenderal Abdul Haris Nasution Jalan Teuku Umar no. 40, Menteng, Jakarta Pusat.
Namun, ketujuh satuan operasi Pasopati tak berjalan mulus. Pasukan pimpinan Djahurub gagal menculik Jenderal Abdul Haris Nasution.
Jenderal Bintang Lima itu berhasil lolos setelah melompat tembok belakang rumahnya.
Sementara, tiga jenderal lain pun gagal dibawa hidup-hidup ke Lubang Buaya karena tewas di lokasi penculikan
Ketiga perwira tersebut, antara lain Ahmad Yani, Harjono, dan DI Pandjaitan. Meski demikian, jenazah mereka tetap dibawa pasukan Pasopati menuju Lubang Buaya.
Setelah jenderal lainnya disiksa dan dieksekusi, mayat-mayat para jenderal kemudian dimasukkan ke dalam satu lubang sedalam 12 meter.
Diperlukan pasukan Marinir dengan perlengkapan menyelam untuk mengevakuasi jenazah para jenderal korban kekerasan Peristiwa 1965.
Jenazah para jenderal kemudian dibawa ke Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD). Panglima Kostrad Mayjen Soeharto langsung memerintahkan para dokter membentuk tim forensik, Senin, 4 Oktober 1965.
Tim dokter terdiri dari dua dokter Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) dr. Brigjen Roebiono Kertapati dan dr. Kolonel Frans Pattiasina serta tiga dokter sipil spesialisasi forensik medis Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, dr. Sutomo Tjokronegoro, dr. Liau Yan Siang, dan dr. Lim Joe Thay.